Guys, here I am with my writings. Yup, kali ini gue berbagi tentang sebuah pilihan. Pilihan? Pilihan apa? Ini tentang semua pilihan.
Pertanyaan intermezzo :
Pernah ga sih terbayang apa yang akan terjadi kalo misalnya gue ga masuk kampus gue di Fasilkom UI? Apa yang yang bakal terjadi kalo misalnya gue dulu ternyata malah milih Teknik Arsitektur ITB?
Jawaban singkat :
Pastinya gue ga akan kenal sama yang namanya MICUI, ga bakal gabung sama tim futsal 3309-NG, ga bakal maen akustikan ama MICymphonia, ga akan pernah become a fan of FBR, ga bakal tinggal di apartemen Margonda, hebohnya bakal nemuin sesuatu yang baru dalam hidup gue di Bandung.
Semua itu adalah pilihan. Setiap orang menentukan pilihan hidupnya. Bahkan the will of life aja itu yang nentuin kita, berbeda kalo Allah dah mencabut nyawa kita.
Setiap pilihan itu memiliki perbedaan yang tipis. It's only a matter of positive side and negative side. Perbedaan yang tipis itu berjarak seperti ketika kedua jari (jari telunjuk dan jari tengah) menyatu, bahkan lebih dekat daripada nadi kita. Hmmm, that's what I've learned.
Tapi, kali ini pilihan itu menuju sebuah tujuan. Hehehe, berhubung seseorang bilang gue lagi poling in loph, jadinya gue bisa bilang ini adalah pilihan untuk mempertahankan atau mematikan.
Sohib gw, J-Penk (orang yang waktu itu gue ceritain penuh dengan tantangan saat mendekati cewe2) sering menanyakan hal ini ke gue, yaitu apakah dia itu beneran laki-laki ato bukan dan apakah dia itu beneran jin yang udah hidup selama 3000 tahun? Oops, salah tulisan. Wkwkwk. Maksud gue adalah dia sering nanya begini. Gue bikin dialog deh.
J-Penk : Men, gue lagi ada masalah nih.
Gue : Apaan?
J-Penk : Menurut lo gue terusin ga ya ngejar ni cewe?
Gue : Kalo gue sih terserah kata hati lo. Kan yang ngejalanin itu lo. Gue hanya bisa berpendapat.
J-Penk : Ya tapi sekarang tuh kondisinya bisa gue ibaratkan seperti ini. Gue lagi jalan nih. Terus gue laper. Gue ngeliat ada dua jalan. Yang pertama ke tempat yang gue pengen, contohnya (hmm gue lupa, jadi gue bikin ini aja) lolipop, tapi tuh jalan macet banget terus bakalan lama banget. Nah, terus di jalan yang kedua tuh ternyata lapang banget, kaga macet dan kalo gue ke arah itu, gue bisa makan di Hanamasa padahal mungkin aja gue lagi ga ngidam. Menurut lo gimana?
Gue : Hehehehe (ketawa cengengesan tapi blaga bijaksana). Ikutin kata hati lo, brudda!!
Yeah, itu adalah perumpaan dari sohib gw. Jelas beda banget antara lolipop ama Hanamasa. Bukan, bukan itu permasalahan intinya. Permasalahan intinya adalah apakah lo akan mengejar dia atau tidak.
Sekarang, pertanyaan itu tertuju sama gue. Apakah pilihan gue? Apakah gue akan terus mengejar orang yang membuat falling in love itu walau ternyata butuh effort yang sangat ga mungkin? Atau gue mencoba mundur dan beralih ke yang lain?
Gue sering bilang ke temen2 yang sering curhat ama gue, baik itu masalah cinta atau pun yang lain, gue selalu bilang 'Ikutin kata hati lo!' Tapi sekarang gue dihadapkan di statement itu. Ketika gue bertanya, pertanyaan krusial itu adalah "Apa kata hati gue?"
Gue akuin cewe yang satu ini bener2 seseorang yang berbeda. Kharismanya besar. Gue ternyata mencermati beberapa tanda yang dulu, tanda2 saat gue falling in love. Deg2an, kepikiran, kangen luar biasa, dll. Tapi, semua itu mungkin ga terbalaskan (sekarang). Mungkinkah gue akan terus bertahan?
Ketika gue ngobrol ama sohib gue, dia bilang ke gue. "Hmm, kalo menurut gue sih mendingan lo konsentrasi dulu ama yang lo lagi sibukin sekarang. Menurut gue juga, lo itu NGGAK ADA APA2NYA BUAT DIA."
Mendengar kata2 sohib gue itu bagaikan ada belati beracun yang udah nusuk hati gue. Gue sakit. Sakit banget. Gue ga tau apa yang tuh cewe rasakan ke gue. Tapi, yang barusan gue denger, itu pun dari sohib gue, itu sangat menyakitkan buat gue. Ketika itu, gue hanya bisa tersenyum, tapi hati gue, dia terlalu rapuh.
People say that they need tough couple. Yeah, gue juga berpikir seperti itu. Tapi, apakah tough di sini memang harus2 benar2 tahan banting tidak diperhatikan?
Bagi gue, tidak diperhatikan itu punya banyak sekali definisi. Bisa jadi gue dites, bisa jadi dia butuh waktu sendiri untuk memahami semuanya, dan kemungkinan terburuk ya seperti yang dibilang sohib gue tadi, gue bukan apa2 buat dia.
Pilihan. Inilah pilihan yang sedang gue alami. Gue mencoba untuk menelaah yang telah terjadi. Mencoba untuk mendapati apa sih rahasia Allah ini? Apa sih hikmah dari semua keheningan ini?
Dan ketika gue mencoba untuk menemui itu, gue terdiam, mencoba bangkit tak bisa, mencoba untuk tidur dan meninggalkan semuanya, namun gue tak berdaya.
Pertanyaanku untuk Allah :
Ya Allah, apakah pilihan yang tepat dari-Mu untuk ku lakukan?
Allah pun memberikan penerangan kepada gue berupa dua pilihan.
.
.
.
.
.
Hingga kini, gue pun hanya terdiam memilih kedua pilihan itu.
Pertanyaan intermezzo :
Pernah ga sih terbayang apa yang akan terjadi kalo misalnya gue ga masuk kampus gue di Fasilkom UI? Apa yang yang bakal terjadi kalo misalnya gue dulu ternyata malah milih Teknik Arsitektur ITB?
Jawaban singkat :
Pastinya gue ga akan kenal sama yang namanya MICUI, ga bakal gabung sama tim futsal 3309-NG, ga bakal maen akustikan ama MICymphonia, ga akan pernah become a fan of FBR, ga bakal tinggal di apartemen Margonda, hebohnya bakal nemuin sesuatu yang baru dalam hidup gue di Bandung.
Semua itu adalah pilihan. Setiap orang menentukan pilihan hidupnya. Bahkan the will of life aja itu yang nentuin kita, berbeda kalo Allah dah mencabut nyawa kita.
Setiap pilihan itu memiliki perbedaan yang tipis. It's only a matter of positive side and negative side. Perbedaan yang tipis itu berjarak seperti ketika kedua jari (jari telunjuk dan jari tengah) menyatu, bahkan lebih dekat daripada nadi kita. Hmmm, that's what I've learned.
Tapi, kali ini pilihan itu menuju sebuah tujuan. Hehehe, berhubung seseorang bilang gue lagi poling in loph, jadinya gue bisa bilang ini adalah pilihan untuk mempertahankan atau mematikan.
Sohib gw, J-Penk (orang yang waktu itu gue ceritain penuh dengan tantangan saat mendekati cewe2) sering menanyakan hal ini ke gue, yaitu apakah dia itu beneran laki-laki ato bukan dan apakah dia itu beneran jin yang udah hidup selama 3000 tahun? Oops, salah tulisan. Wkwkwk. Maksud gue adalah dia sering nanya begini. Gue bikin dialog deh.
J-Penk : Men, gue lagi ada masalah nih.
Gue : Apaan?
J-Penk : Menurut lo gue terusin ga ya ngejar ni cewe?
Gue : Kalo gue sih terserah kata hati lo. Kan yang ngejalanin itu lo. Gue hanya bisa berpendapat.
J-Penk : Ya tapi sekarang tuh kondisinya bisa gue ibaratkan seperti ini. Gue lagi jalan nih. Terus gue laper. Gue ngeliat ada dua jalan. Yang pertama ke tempat yang gue pengen, contohnya (hmm gue lupa, jadi gue bikin ini aja) lolipop, tapi tuh jalan macet banget terus bakalan lama banget. Nah, terus di jalan yang kedua tuh ternyata lapang banget, kaga macet dan kalo gue ke arah itu, gue bisa makan di Hanamasa padahal mungkin aja gue lagi ga ngidam. Menurut lo gimana?
Gue : Hehehehe (ketawa cengengesan tapi blaga bijaksana). Ikutin kata hati lo, brudda!!
Yeah, itu adalah perumpaan dari sohib gw. Jelas beda banget antara lolipop ama Hanamasa. Bukan, bukan itu permasalahan intinya. Permasalahan intinya adalah apakah lo akan mengejar dia atau tidak.
Sekarang, pertanyaan itu tertuju sama gue. Apakah pilihan gue? Apakah gue akan terus mengejar orang yang membuat falling in love itu walau ternyata butuh effort yang sangat ga mungkin? Atau gue mencoba mundur dan beralih ke yang lain?
Gue sering bilang ke temen2 yang sering curhat ama gue, baik itu masalah cinta atau pun yang lain, gue selalu bilang 'Ikutin kata hati lo!' Tapi sekarang gue dihadapkan di statement itu. Ketika gue bertanya, pertanyaan krusial itu adalah "Apa kata hati gue?"
Gue akuin cewe yang satu ini bener2 seseorang yang berbeda. Kharismanya besar. Gue ternyata mencermati beberapa tanda yang dulu, tanda2 saat gue falling in love. Deg2an, kepikiran, kangen luar biasa, dll. Tapi, semua itu mungkin ga terbalaskan (sekarang). Mungkinkah gue akan terus bertahan?
Ketika gue ngobrol ama sohib gue, dia bilang ke gue. "Hmm, kalo menurut gue sih mendingan lo konsentrasi dulu ama yang lo lagi sibukin sekarang. Menurut gue juga, lo itu NGGAK ADA APA2NYA BUAT DIA."
Mendengar kata2 sohib gue itu bagaikan ada belati beracun yang udah nusuk hati gue. Gue sakit. Sakit banget. Gue ga tau apa yang tuh cewe rasakan ke gue. Tapi, yang barusan gue denger, itu pun dari sohib gue, itu sangat menyakitkan buat gue. Ketika itu, gue hanya bisa tersenyum, tapi hati gue, dia terlalu rapuh.
People say that they need tough couple. Yeah, gue juga berpikir seperti itu. Tapi, apakah tough di sini memang harus2 benar2 tahan banting tidak diperhatikan?
Bagi gue, tidak diperhatikan itu punya banyak sekali definisi. Bisa jadi gue dites, bisa jadi dia butuh waktu sendiri untuk memahami semuanya, dan kemungkinan terburuk ya seperti yang dibilang sohib gue tadi, gue bukan apa2 buat dia.
Pilihan. Inilah pilihan yang sedang gue alami. Gue mencoba untuk menelaah yang telah terjadi. Mencoba untuk mendapati apa sih rahasia Allah ini? Apa sih hikmah dari semua keheningan ini?
Dan ketika gue mencoba untuk menemui itu, gue terdiam, mencoba bangkit tak bisa, mencoba untuk tidur dan meninggalkan semuanya, namun gue tak berdaya.
Pertanyaanku untuk Allah :
Ya Allah, apakah pilihan yang tepat dari-Mu untuk ku lakukan?
Allah pun memberikan penerangan kepada gue berupa dua pilihan.
.
.
.
.
.
Hingga kini, gue pun hanya terdiam memilih kedua pilihan itu.
3 komentar:
Yeagh..
Bener banget..
Kadang gue mikir Pilihan ganda itu lebih susah daripada Essai..
Soalnya saat gue menghadapi pilihan ganda, gue gak bisa keluar dari pilihan2 itu. Tapi waktu gue ketemu essai, gue bisa nulis apa aja yang gue mau walaupun gobloknya itu keluar dari topik soal.
Yeah bener banget L
dan mungkin gue udah ga terdiam lagi dari pilihan gue itu
hemm.. susah memang kalau sudah berurusan sama masalah hati dan hubungan dengan hati orang lain.
ga bisa komentar banyak.
tetap semangat! :)
Posting Komentar